Total Tayangan Halaman

Jumat, 06 April 2012

Guang Ze Zun Wang

0 komentar
copas dari ss.Eko Kartio

SEJARAH : Guang Ze Zun Wang ( Kong Tek Cun Ong - Hokkian )
disebut juga
Bao An Zun Wang ( Po An Cun Ong - Hokkian ).

Secara umum Guang Zi Zun Wang disebut sebagai Guo Sheng Wang ( Kwee Seng Ong - Hokkian ), karena berasal dari keluarga Guo ( Kwee ). Guo Sheng Wang berasal dari kota Quanzhou, kabupaten Nanan, propinsi Fujian. Ia hidup pada jaman Dinasti Song dan nama aslinya Guo Hong Fu ( Kwee Ang Hok-Hokkian).

Menurut cerita yang banyak beredar, Guo Hong Fu pada waktu kecil bekerja sebagai gembala pada seorang tuan tanah yang sangat kikir. Ia hidup bersama ibunya yang sudah tua. Berkat bimbingan sang ibu ini, Hong Fu menjadi seorang anak yang rajin bekerja dan berbudi luhur. Pagi-pagi ia sudah bangun, dengan riang gembira pergi mengembala ternak yang dipercayakan kepadanya. Pada suatu hari sang hartawan mengundang seorang ahli Feng-shui ( Hong - swi - Hokkian ) untuk memperbaiki kuburan lehuhurnya.

Selama tinggal di rumah hartawan ia berkenalan dengan Guo Hong Fu.
Ia sangat tertarik pada pribadi anak gembala itu. Mereka menjadi sahabat baik meskipun usia mereka berbeda jauh. Karena kekikiran sang hartawan,seringkali tukang Feng - shui ini hanya diberi makanan nasi daiTlank seadanya. Hong Fu sangat iba pada orang tua ini.maka ia rela menyisihkan jatah nasinya untuk sahabatnya itu. Si tukang Feng - shui sangat berterima kasih atas kebaikan Hong - Fu. Untuk membalas budi anak ini, ia memberikan petunjuk agar memindahkan makam ayahnya ke suatu tempat yang menurut perhitungan fengshui bagus, agar kelak hidupnya bahagia.
Ia mengikuti petunjuk sang ahli Feng-shui atas persetujuan ibunya. Guo Hong Fu menggali kuburan ayahnya, mencuci tulangnya sampai bersih, membungkusnya dengan kain, di masukkan ke dalam periuk tanah liat dan dikubur lagi di suatu tempat "Mulai sekarang, kau harus menggembalakan ternakmu di sekitar tempat ini, sampai ada seorang lelaki bertudung besi menuntun kerbau dengan seorang anak lelaki yang berjalan di bawah perut kerbau lewat di situ.
Tempat dimana kau melihat mereka arah letak Feng shui yang terbaik dan kuburlah tulang-tulang avahmu di situ", pesan si ahli Feng-shui. Begitulah, dengan sabar Hong Fu menunggu sambil menggembalakan dengan periuk tanah berisi tulang belulang ayahnya tak pernah lepas dari gendongannya.
Suatu siang yang cerah mendadak berubah menjadi gelap dengan petir menyambar-nyambar dan hujan turun dengan lebatnya. Hong Fu tak sempat menggiring pulang temaknya, sehingga terpaksa berteduh di bawah pohon besar. Saat ia beerteduh, dari arah tikungan muncul seorang lelaki menuntun kerbau dengan terburu-buru. Ia menggunakan wajan besi untuk melindungi kepalanya dari hujan dan anaknya yang masih kecil berlindung di bawah perut kerbaunya. Melihat itu Hong Fu tertegun. Ia segera sadar akan pesan
sang ahli Feng-shui. Tanpa memperdulikan hujan yang masih mengucur,ia segera menggali di tempat dimana pertama kali ia melihat mereka dan menanamkan periuk berisi tulang ayahnya di situ. Dan aneh, begitu periuk di masukkan ke dalamnya, lubang itu segera menutup sendiri. Dengan riang hati,Guo Hong Fu menggiring ternaknya pulang. Waktu terus berlalu, pada suatu hari desa dimana Hong Fu tinggal diserbu kawanan perampok yang ganas.
Sasaran utama kawanan berandal itu adalah tempat hartawan kikir di mana Hong Fu bekerja. Mereka merampok harta benda dan membakar rumahnya.
Karena kekhawatiran akan kobaran api yang mulai menjalar ke tempat
tinggalnya Guo Hong Fu meloncat keluar dari jendela. Anehnya begitu
melihat dia kawanan rampok segera lari kalang kabut, api besar yang dilewati Hong Fu pun lalu mengecil dan padam seperti di guyur oleh air. Hong Fu tidak menyadari hal itu, warga kampung yang menyaksikan kejadian ajaib itu terbengong keheranan. Sejak kejadian itu, semua orang menaruh hormat, kepadanya, lebih-lebih sang hartawan kikir. Hong Fu tidak memperkenankan menggembala lagi, tapi diberi tunjangan hidup agar dapat hidup lebih layak bersama ibunya.
Pada suatu hari, setelah dewasa. Hong Fu mendapat bisikan suci bahwa ia akan menerima anugerah Tuhan untuk menjadi orang suci. Ia menceritakan hal itu kepada ibunya. Ia lalu mandi, keramas dan bersemedi dalam kamar sepanjang hari. Menjelang senja, sang ibu yang melihat putranya sejak pagi tidak keluar dari kamar, lalu rnendorong pintu karnar, tempat putranya bersemedi. alangkah kagetnya ia ketika menyaksikan tubuh Hong Fu bersama kursinya terapung di udara dalam keadaan semedi. Tanpa pikir panjang, ia segera menarik kaki putranya ke bawah, tapi terasa kaki putranya
telah dingin dan kaku. Ia baru menyadari ternyata putranya telah berpulang.
Sejak itu penduduk kampung selalu menghormati Guo Hong Fu
dan memuja sebagai orang suci dengan mendirikan keienteng.
Belakangan, karena Hong Fu sering muncul dan memberikan pertolongan jika terjadi bencana alam, maka penduduk memberinya gelar Guang Ze Zun Wang yang berarti " R a j a Mulia yang memberi berkah berlimpah" atau secara singkat disebut Guo Sheng Wang ( Kwee Seng Ong-Hokkian).
Guo Sheng Wang ditampilkan sebagai seorang pemuda memakai baju kebesaran dengan kaki yang satu bersila dan yang lain terjulur ke bawah, seperti waktu ia ditarik oleh ibunya. Hari lahirnya diperingati pada tanggal 22 bulan 8 Imlik, dan wafatnya pada tanggal 22 bulan 2 Imlik.
Sebuah versi lain, mengatakan bahwa sebetulnya yang dianggap sebagai Guo Sheng Wang adalah seorang Raja Muda yang hidup pada jaman Dinasti Tang yakni Guo Zi Yi (Kwee Cu Gi-Hokkian). Ia bergelar Fen Yang Wang (Hun Yang Ong-Hokkian) atau Raja Muda dari Fen - yang. Guo Zi Yi berjasa besar dalam menumpas pemberontakan An Lu Shan yang pada waktu

itu nyaris meruntuhkan Dinasti Tang. Secara umum Guo Zi Yi disebut Guo Fen Yang Gong. Ia banyak dipuja oleh keluarga Guo ( Kwee - Hokkian ) sebagai pelindungnya, hari lahirnya diperingati pada hari yang sama dengan Guo Sheng Wang.

Selasa, 13 Maret 2012

Burung Kecil Pindah Rumah

0 komentar
copas dari: http://www.andriewongso.com/artikel/chinese_corner/5007/Burung_Kecil_Pindah_Rumah/
 有一只小鸟在忙于准备搬家,
Yǒuyī zhǐ xiǎo niǎo zài mángyú zhǔnbèi bānjiā,
Seekor burung kecil sedang sibuk untuk persiapan pindah rumahnya,

却遇到他的邻居。
Què yù dào tā de lín jū.
dan bertemu dengan tetangganya.

他的邻居问:「你要往哪里去?」
Tā de lín jū wèn:`Nǐ yào wǎng nǎ lǐ qù?'
Tetangganya bertanya: "Kamu mau ke mana?"

小鸟答:「我要搬到东边的树林去。」
Xiǎo niǎo dá:`Wǒ yào bān dào dōng bian de shù lín qù.'
Burung kecil menjawab: "Saya mau pindah ke hutan yang berada di sebelah timur."

邻居又问:「这里住得蛮好的,为甚么要搬呢?」
Lín jū yòu wèn:`Zhè lǐ zhù de mán hǎo de, wéi shèn me yào bān ne?'
Tetangga bertanya lagi: "Di sini kamu hidupnya lumayan baik, mengapa mau pindah?"

小鸟就答:「你真的有所不知!
Xiǎo niǎo jiù dá:`Nǐ zhēn de yǒu suǒ bù zhī!
Burung kecil pun menjawab, "Tidakkah kamu mengetahuinya,

这里的人都讨厌我的歌声,
Zhè lǐ de rén dōu tǎo yàn wǒ de gē shēng,
Semua orang di sini tidak suka suaraku,

说我唱得太难听,所以我必须搬家。」
Shuō wǒ chàng de tài nán tīng, suǒ yǐ wǒ bì xū bān jiā. '
Mereka mengatakan bahwa suara saya sangat jelek, jadi saya harus pindah rumah."

邻居就答道:「其实你不用搬家,
Lín jū jiù dá dào:`Qí shí nǐ bù yòng bān jiā,
Tetangganya pun berkata: "Sebenarnya kamu tidak perlu pindah,

只要改变唱歌的声音便可以。
Zhǐ yào gǎi biàn chàng gē de shēng yīn biàn kě yǐ.
tapi kamu hanya perlu mengubah suara nyanyianmu.

如果你不改变唱歌的声音,
Rú guǒ nǐ bù gǎi biàn chàng gē de shēng yīn,
Jika kamu tidak bisa mengubah / memperbaiki suara saat bernyanyi,

就算你搬到东边的树林去,
Jiù suàn nǐ bān dào dōng bian de shù lín qù,
Walaupun kamu pindah ke hutan yang berada di sebelah timur,

那里的人也一样会讨厌你。」
Nà lǐ de rén yě yī yàng huì tǎo yàn nǐ. '
Mereka yang di sana tetap tidak akan suka padamu."
Pesan Moral:
Cerita di atas, mengingatkan kita bahwa dalam kehidupan sehari-hari perlu ada introspeksi diri. Jangan selalu menyalahkan lingkungan kita, maupun mengkritik orang lain tidak cocok dengan kita, atau kita tidak cocok dengan orang tertentu. Sekali waktu, kita perlu melihat ke dalam diri sendiri. Pepatah bijak mengatakan: "Betapa bernilainya kesadaran diri". Oleh karena itu, orang tidak bisa introspeksi diri, ke mana pun orang tersebut pergi, dia akan menemukan masalah yang sama, dan akhirnya dia akan kelelahan dan tidak tahu harus pergi ke mana lagi.
Xie Shen En.

Lie Lo Cia (Li Ne Zha)

0 komentar

NB : Cerita dalam novel Hong Sin (Feng Shen) cerita begitu hebatnya dewa-dewa Tao.
Lie Lo Cia atau Li Ne Zha sering disebut juga dengan Sam Thay Cu (San Tai Zi 三太子), sebab ia adalah putera ketiga Lie King (Li Jing) alias Lie Thian Ong (Li Tian Wang). Gelarnya adalah Tiong Than Goan Swee (Zhong Tan Yuan Shuai 中壇元帥) atau Jendral Panggung Tengah. Sering pula disebut dengan Thay Cu Ya (Tai Zi Ye) atau Lo Cia (Ne Zha) saja.
 Cerita riwayat Lo Cia terdapat dalam novel Hong Sin (Feng Shen), yang ringkasannya sebagai berikut:
 Komandan garnisun kota Cheng Tang Guan yang bernama Lie King (Li Jing) sudah memiliki dua putera, yakni Lie Kim Cia (Li Jin Zha) dan Lie Bok Cia (Li Mu Zha). Saat itu Lie King sedang gelisah menantikan kelahiran anaknya yang ketiga, sebab walaupun usia kandungan isterinya sudah mencapai 36 bulan, sang jabang bayi belum juga keluar.
Suatu malam, isteri Lie King merasakan saat kelahiran bayinya sudah dekat dan segera  memberi tahu Lie King. Saat kelahiranpun tiba, tetapi alangkah terkejutnya Lie King ketika mengetahui bahwa yang keluar dari dalam perut isterinya adalah sebongkah bola daging yang bergulir kesana-kemari. Lie King segera meloncat mengambil pedangnya dan membelah bola daging tersebut. Dari dalamnya muncullah seorang bocah laki-laki cilik yang berpakaian (oto) merah dan tangannya memakai gelang emas. Begitu muncul, sang bocah segera berteriak memanggil Lie King sebagai ayah. Oleh Lie King, bocah itu diberi nama Lo Cia (Ne Zha).
 Suatu hari, Lo Cia yang berusia 7 tahun, mengajak pelayannya bermain-main ke sungai Jiu Wan He. Ia berendam sepuas-puasnya di sungai itu dan baju oto-nya yang dipakai sejak ia lahir, dilepas dan dicucinya. Tanpa disadari Lo Cia, perbuatannya itu  ternyata mengundang bencana. Oto yang dimilikinya tersebut adalah benda pusaka, dan begitu dicelupkan ke dalam sungai, maka sungai tersebut berubah menjadi merah warnanya dan mendidih. Sungai Jiu Wan He sebenarnya adalah pintu masuk kerajaan Naga Timur (Tong Hay Liong Ong / Dong Hai Long Wang). Melihat adanya goncangan di kerajaannya dan banyak prajuritnya yang mati, Hay Liong Ong menjadi penasaran. Ia memerintahkan seorang panglimanya untuk menyelidiki. Panglima ini melihat seorang bocah cilik sedang mencuci oto yang menimbulkan bencana.  Tanpa pikir panjang iapun segera menyerang bocah itu. Lo Cia yang kaget melihat 
ada makhluk aneh menyerangnya, segera melempar gelang pusakanya ke arah mahkluk tersebut. Gelang itu menghantam kepala sang panglima laut dan seketika juga langsung mati. Hay Liong Ong yang mendengar laporan matinya sang panglima, menjadi semakin murka.
Ia memerintahkan puteranya. Ao Ping, untuk menangkap dan menghukum Lo Cia. Diluar perhitungan, sang Pangeran Ao Ping justeru malah ikut tewas. Kemudian mayat Ao Ping yang masih berwujud naga itu, dicabuti ototnya oleh Lo Cia untuk dijadikan sabuk bagi ayahnya.
 Lo Cia kemudian pulang dan menceritakan kejadian itu kepada ayahnya. Sang ayah bukannya menjadi senang tapi malah menjadi marah kepada Lo Cia, sebab kejadian itu pasti akan berekor panjang.
 Benar juga, Hay Liong Ong datang menemui Lie King dan meminta pertanggung jawaban atas kematian puteranya. Karena terdesak, Lo Cia akhirnya bersedia menerima hukuman, asal orang  tuanya tidak diapa-apakan. Lo Cia mati bunuh diri dihadapan sang raja laut Hay Liong Ong.
 Setelah mati, arwah Lo Cia menemui gurunya yaitu Thay It Cin Jin (Tai Yi Zhen Ren), sedangkan isteri Lie King membuatkan klenteng untuk mengenang Lo Cia. Klenteng tersebut ramai dikunjungi orang, karena umumnya permohonan yang diajukan sering terkabul. Lie King yang mendengar berita ini menjadi gusar dan memerintahkan anak buahnya untuk membongkar dan menutup klenteng Lo Cia. Lo Cia yang mengetahui bahwa klentengnya dibongkar oleh sang ayah, menjadi dendam kepada ayahnya dan berniat membalasnya suatu
ketika nanti. Berkat bantuan gurunya, Lo Cia dapat  hidup kembali, dengan menggunakan badan dari kelopak teratai. Bahkan ia dibekali dengan sebuah tombak wasiat dan sepasang sepatu roda angin - api.  Dengan berbekal senjata barunya, Lo Cia mencari ayahnya untuk balas dendam.
Lie King yang kalah kesaktian dengan Lo Cia, akhirnya memohon bantuan Bun Cu Kong Hoat Thian Cun (Wen Shu Guang Fa Tian Zun). Lie King diberi sebuah pagoda wasiat yang dapat mengurung Lo Cia. Setelah tidak berdaya dan berjanji tidak akan memusuhi ayahnya lagi, maka Lie King melepas Lo Cia. Dalam novel Hong Sin diceritakan pula bahwa setelah kemenangan dipihak Kiang Tjoe Ge, maka Lo Cia berserta ayah dan saudaranya diangkat menjadi panglima-panglima langit. Ayahnya mendapat gelar Tok Tha Thian Ong (Tuo Ta Tian Wang) dan Lo Cia mendapat gelar Tiong Than Goan Swee (Zhong Tan Yuan Shuai). Lo Cia juga dianggap sebagai dewa pelindung bagi anak-anak.
Profil :
Lo Cia biasanya ditampilkan dalam wujud seorang bocah remaja, rambutnya dikonde dua, memakai oto merah, satu tangan memegang tombak dan tangan lainnya memegang gelang emas, serta berdiri di atas sepasang sepatu roda angin-api. Namun ada juga yang menampilkannya dengan mengenakan pakaian perang, atau berkepala tiga dan bertangan enam. Umumnya bila tidak dipuja sendiri, Lo Cia biasanya diletakkan berdampingan dengan Thian Siang Sing Bo (Tian Shang Sheng Mu) atau Poo Sing Tay Te (Bao Sheng Da Di 保生大帝).
Hari perayaan:
Secara umum, perayaan Lo Cia ada dua yaitu :
  • Tanggal 9 bulan 9 Imlek, sebagai hari lahir (shejid).
  • Tanggal 8 bulan 4 Imlek, sebagai hari kenaikannya ke langit.

Kata-Kata Bijak Zhuge Liang (2)

0 komentar
copas dari : http://www.andriewongso.com/artikel/chinese_corner/4956/Kata-Kata_Bijak_Zhuge_Liang/


非淡泊无以明志,非宁静无以致远 (蜀.諸葛亮)
Fēi dàn bó wú yǐ míng zhì, fēi níng jìng wú yǐ zhì yuǎn (Shǔ . Zhū gé liàng)



Kata bijak di atas adalah kata bijak dari Zhū Gé Liàng (181-234 Masehi), tokoh Sam Kok/periode Tiga Negara dalam Tiongkok Kuno. Ia ahli politik, strategi dan kemiliteran, dan membantu Liu Bei di kerajaan Shu.
Kata-kata bijak di atas dibuat saat beliau saat berusia 54 tahun, dan ditujukan untuk anaknya Zhū Gé Zhān yang berumur 8 tahun. Ia menuliskannya dalam buku (Jiè zǐ shū), yang berisi harapan dan pengajaran beliau kepada anaknya.
Arti dari kata-kata bijak di atas: Jika kita menilai segala sesuatu tidak berharga dan tidak berupaya maka ambisi kita pasti tidaklah jelas; jika kita tidak menfokuskan untuk belajar, maka kita akan semakin jauh dari ambisi yang ingin kita tuju.

Kata Bijak dari Zhuge Liang (1)

0 komentar
copas dari : http://www.andriewongso.com/artikel/chinese_corner/4882/Kata_Bijak_Dari_Zhuge_Liang/


貴而不驕,勝而不恃,賢而能下,剛而能忍。(蜀.諸葛亮)
Guì ér bù jiāo, shèng ér bù shì, xián ér néng xià, gāng ér néng rěn(Shǔ . Zhū gé liàng)

Kata-kata di atas merupakan kutipan dari Zhuge Liang, tokoh Sam Kok/periode Tiga Negara dalam Tiongkok Kuno. Ia ahli politik, strategi dan kemiliteran, dan membantu Liu Bei di kerajaan Shu.
Arti dari kata-kata bijak di atas adalah:
Tidak sombong walau berada di posisi teratas,
Memiliki prestasi luar biasa tetapi tidak arogan,
Mempunyai kebajikan yang baik dan tidak menyendiri,
Memiliki kerendahan hati ketika bersosialisasi dengan anak buah,
Memiliki kepribadian yang keras namun bersikap toleran terhadap orang lain,
Itulah sikap yang seharusnya dimiliki seorang Jenderal!

Balon Bisa Mengangkasa Bukan Karena Warna

0 komentar
气球升起来不是因为颜色
Qì qiú shēng qǐ lái bu shì yīn wèi yán sè
Balon Bisa Mengangkasa Bukan Karena Warna
copas dari: http://www.andriewongso.com/artikel/chinese_corner/4865/Balon_Bisa_Mengangkasa_Bukan_Karena_Warna/



一天,几个白人小孩正在公园里玩。
Yī tiān, jǐ gè bái rén xiǎo hái zhèng zài gōng yuán lǐ wán
Suatu hari, ada beberapa anak berkulit putih sedang bermain di taman.
这时,一位卖氢气球的老人推着货车进了公园。
Zhè shí, yī wèi mài qīng qì qiú de lǎo rén tuī zhe huò chē jìn le gōng yuán.
Saat itu, ada seorang orang tua penjual balon gas mendorong gerobaknya memasuki taman.
白人小孩一窝蜂地跑了上去,每人买了一个气球,
Bái rén xiǎo hái yī wō fēng de pǎo le shàng qù, měi rén mǎi le yī gè qì qiú,
Segerombolan anak berkulit putih berlarian mendekati gerobak. Setiap anak membeli satu balon,
兴高采烈 地追逐着放飞的气球跑开了。
Xìng gāo cǎi liè de zhuī zhú zhe fang fēi de qì qiú pǎo kāi le.
Dengan gembira merekamengejar balon yang telah mengangkasa.
白人小孩的身影消失后,一个黑人小孩,
Bái rén xiǎo hái de shēn yǐng xiāo shī hòu, yī gè hēi rén xiǎo hái,
Ketika anak berkulit putih menghilang, ada seorang anak berkulit hitam,
才怯生生地走到老人的货车旁,
Cái qiè shēng shēng dì zǒu dào lǎo rén de huò chē pang
Dengan malu-malu, ia berjalan mendekati gerobak balon orang tua tersebut,
用略带恳求的语气问道:"您能卖给我一个气球吗?"
Yòng lüè dài kěn qiú de yǔ qì wèn dào: "Nín néng mài gěi wǒ yī gè qì qiú ma?"
Dengan nada memohon dia bertanya: "Maukah kakek menjual satu balon kepadaku?"
"当然可以,"老人慈祥地打量了他一下.
"Dāng rán kě yǐ," lǎo rén cí xiáng dì dǎ liang le tā yī xià.
"Tentu boleh," jawab orang tua itu dengan ramah seraya menatapnya.
温和地说,"你想要什么颜色的?"
wēn hé de shuō,"nǐ xiǎng yào shénme yánsè de?"
Dengan sopan ia bertanya, "Warna apa yang kamu mau?"
他鼓起勇气说:"我要一个黑色的。"
Tā gǔ qǐ yǒng qì shuō: "Wǒ yào yī gè hēi sè de."
Dengan penuh keberanian dia menjawab, "Saya mau yang berwarna hitam."
脸上写满沧桑的老人惊诧地看了看这个黑人小孩,
Liǎn shàng xiě mǎn cāng sāng de lǎo rén jīng chà de kàn le kàn zhè ge hēi rén xiǎo hái
Kakek tua yang penuh guratan kehidupan di wajahnya terkejut dan menatap anak berkulit hitam itu.
随即递给了他一个黑色的气球。
Suí jí dì gěi le tā yī gè hēi sè de qì qiú.
Dan kemudian memberikannya balon hitam.
他开心地接过气球,小手一松,
Tā kāi xīn dì jiē guò qì qiú, xiǎo shǒu yī sōng,
Anak itu dengan senang menerima balon tersebut, tangan kecil merenggang (melepaskan balon),
气球在微风中冉冉升起。
Qì qiú zài wéi fēng zhōng rǎn rǎn shēng qǐ
Balon dalam angin yang sepoi-sepoi itu pelan-pelan mengangkasa.
老人一边看着上升的气球,
Lǎo rén yī biān kàn zhe shàng shēng de qì qiú
Kakek tua yang di samping melihat balon yang mengangkasa,
一边用手轻轻地拍了拍他的后脑勺,说:
Yī biān yòng shǒu qīng qīng de pāi le pāi tā de hòu nǎos háo, shuō:
Dengan pelan menepuk kepala anak tersebut, dan berkata :
"记住,气球能不能升起,不是因为它的颜色,而是气球内充满了氢气。
"Jì zhù, qì qiú néng bù néng shēng qǐ, bù shì yīn wèi tā de yán sè, ér shì qì qiú nèi chōng mǎn le qīng qì
" Ingat. Balon bisa mengangkasa bukan karena warnanya, melainkan karena balon dipenuhi dengan gas hidrogen / nitrogen.
一个人的成败不是因为种族、出身
Yī gè rén de chéng bài bù shì yīn wèi zhǒng zú, chū shēn
Keberhasilan seseorang bukan karena ras, kelahirannya.
关键是你的心中有没有自信!
Guān jiàn shì nǐ de xīn zhōng yǒu méi yǒu zì xìn!
Kuncinya adalah apakah dalam hatimu mempunyai keyakinan!"
而当时那个小孩,
Ér dāng shí nà gè xiǎo hái,
Dan anak kecil tersebut,
就是美国著名心理学家詹姆斯•麦基恩•卡特尔
Jiù shì měi guó zhù míng xīn lǐ xué jiā zhān mǔ sī • mài jī ēn • kǎ tè ěr
Adalah Psikolog Amerika yang ternama: James McKeen Cattell



Pesan Moral : 
Dari cerita di atas, kita bisa mendapatkan pesan yang bermakna yakni "kesuksesan kita dapat bukan karena hal-hal fisik, tanggal lahir, dll. Tapi kunci dari kesuksesan adalah kita mempunyai keyakinan. Dengan keyakinan ini, kita tidak mudah putus asa atau patah semangat, walaupun berbagai rintangan datang menghadang. Salam sukses, luar biasa!

Senin, 12 Maret 2012

Biji Unggul Yang Sia Sia

0 komentar

Diambil dari “Intan Dalam Debu” Volume 29, Edisi Juni 2009.
ditulis oleh Welly Sanjaya

Ternyata tanah yang subur karena waktu bisa berubah menjadi tanah yang tandus, bahkan menjadi tanah comberan. Sayang biji unggulyang telah tumbuh menjadi layu dan membusuk dan akhirnya menjadi “Biji unggul yang sia-sia“.
Alkisah di suatu desa, hiduplah seorang Petani. Beliau memiliki biji unggul yang bisa menyelamatkan jiwa manusia. Cita-citanya luhur, Beliau ingin menyelamatkan banyak jiwa dengan biji unggulnya. Disetiap jiwa ibarat tanah yang harus ditanami biji itu, pada jiwa-jiwa pilihannya ditanami biji unggul itu, dipelihara dan disirami dengan segala kemampuannya agar tumbuh subur biji unggul itu dan jiwa itu terselamatkan.
Dari tahun ke tahun Beliau menanam dari satu tanah ke tanah yang lain, biji unggul itu ada yang bersemi, berakar dan tumbuh subur, tapi ada juga yang layu, kerdil dan tidak tumbuh bahkan mati.
Dari pertama yang hanya sebiji dua biji ditanamnya, menjadi lebih banyak ditanamnya, selanjutnya mulai ditebarnya biji-biji itu ke setiap tanah yang dijumpainya. Tetapi sayang, tak semua tanah yang kejatuhan biji unggul itu adalah tanah yang baik untuk ditanami. Ada biji yang jatuh di tanah subur, ada yang jatuh di tanah tandus dan ada juga yang jatuh di tanah kubangan hingga bijinya tenggelam. Ada juga yang jatuh di tanah comberan, bijinya membusuk dan mati. Semua itu dilakukan hanya karena semangat si Petani yang berbudi luhur, menganggap semua tanah adalah baik adanya, semua jiwa yang ada di tanah itu ingin diselamatkan.
Demikian waktu berjalan dengan cepat, sang petani mulai kewalahan untuk merawat biji-biji yang ditanam, dia mulai meminta pembantu-pembantunya untuk ikut mengurus dan merawat biji-biji yang telah ditanamnya, begitu pula ikut menebar biji-biji baru ke tanah-tanah baru. Dari cara dengan menebar biji begitu saja, sedikit demi sedikit mulai diseleksinya tanah-tanah yang akan ditanami dan tanah yang akan ditanami biji unggul oleh para pembantunya dibajak dan dipupuk dulu agar tanah itu siap untuk ditanami, agar tidak banyak lagi biji-biji yang jatuh ke tanah yang tidak subur hingga menjadi mubasir.
Begitulah para pembantunya bekerja, memang tidak semua pembantunya adalah pembantu yang cakap dan mengerti memilih tanah yang baik, karena juga memang semua tanah tampak di luarnya adalah sama. Ditambah dengan semangat luhur ingin menyelamatkan semua jiwa yang ada dalam tanah dari Sang Petani, sehingga hasilnya juga belum jauh berbeda, meskipun sudah jauh berkurang biji yang jatuh di tanah yang sia-sia.
Semakin lama semakin banyak biji yang ditanam, semakin banyak pula pembantu yang diajaknya untuk membantu merawat dan menyirami biji yang telah tumbuh itu. Dengan berjalannya waktu, semakin banyak jumlah pembantu Sang Petani, ternyata menimbulkan banyak persoalan baru. Beliau juga harus sibuk dengan pekerjaan barunya untuk mendidik para pembantunya, tidak semua pembantunya cakap dan bisa mengerti kemauan hati Sang Petani yang luhur.
Diantara pembantunya mulai timbul persaingan, begitu pula banyak yang mulai tidak setia bekerja untuk Sang Petani, mengesampingkan metode yang diajarkannya dan lebih mantap untuk belajar metode yang lain. Bahkan ada sejumlah pembantu yang membelot dengan membawa serta tunas-tunas dari biji-biji yang telah ditanam kepada petani dari kampung lain, membocorkan rahasia ilmu biji unggul ke pihak lain. Bahkan sejumlah pembantunya telah berkhianat menjadi pembantu petani dari kampung lain, hingga kejadian yang terakhir ini telah membuat hati Sang Petani sedih dan kesal.
Sungguh semua itu sangat melelahkan hati Sang Petani, ibarat mengangkat kuali menanak nasi. Tiada diangkat nasi telah matang, mengangkat kualinya terpaksa menahan panas dan menerima arang hitam di kedua tangan. Banyak urusan dan pikiran, meskipun tidak dipikir tetapi terasa mengganjal dihatinya. Sungguh sayang para pembantunya telah banyak membuat kesal hatinya. Ternyata tanah yang subur, karena waktu bisa berubah menjadi tanah yang tandus, bahkan menjadi tanah comberan. Sayang biji unggul yang telah tumbuh, menjadi layu dan membusuk dan pada akhirnya menjadi biji unggul yang sia-sia.
Kini di usianya yang menjelang senja, Sang Petani belum dapat berlega hati, dia masih harus tertatih-tatih menebar biji-biji itu. Juga masih harus mengajar cara menanam dan memelihara kepada para pembantunya, sebagian besar para pembantunya masih sulit diandalkan. Apakah cara mengajarnya kurang tepat ? Tentu tidak. Hanya karena memang tanah yang subur dan unggul sulit dicari. Biji-biji ungggul yang ditanam banyak yang tidak tumbuh subur, seperti yang diharapkan. Yang diharapkan hanya semoga biji-biji unggul yang telah tumbuh menjadi tunas, tidak menjadi biji-biji unggul yang sia-sia !

Salam TAO

Xuan Tian Shang Di

0 komentar
Oleh: Budiono Lee
 Xuan Tian Shang Di (   )



 
Xuan Tian Shang Di [Hian Thian Siang Te - Hokkian] adalah salah satu Dewa yang paling populer, wilayah pemujaannya sangat luas, dari Tiongkok utara sampai selatan, Taiwan, Malaysia dan Indonesia.
 
Pemujaan terhadap Xuan Tian Shang Di (   ) mulai berkembang pada masa Dinasti Ming. Dikisahkan pada masa permulaan pergerakannya, Zhu Yuan Zhang (pendiri Dinasti Ming), dalam suatu pertempuran pernah mengalami kekalahan besar, sehingga ia terpaksa bersembunyi di pegunungan Wu Dang Shan (Bu Tong San - Hokkian], di propinsi Hubei, dalam sebuah kelenteng Shang Di Miao.
 
Berkat perlindungan Shang Di Gong (sebutan populer Xuan Tian Shang Di), Zhu Yuan Zhang dapat terhindar dari kejaran pasukan Mongol yang mengadakan operasi penumpasan besar-besaran terhadap sisa-sisa pasukannya. Kemudian berkat bantuan Xuan Tian Shang Di (   ), maka Zhu Yuan Zhang berhasil mengusir penjajah Mongol dan menumbangkan Dinasti Yuan. Ia mendirikan Dinasti Ming, setelah mengalahkan saingan-saingannya dalam mempersatukan Tiongkok.
 
Untuk mengenang jasa-jasa Xuan Tian Shang Di (   ) dan berterima kasih atas perlindungannya, ia lalu mendirikan kelenteng pemujaan di ibu kota Nanjing (Nanking) dan di gunung Wu Dang Shan.
 
Sejak itu Wu Dang Shan menjadi tempat suci bagi penganut Tao. Kelentengnya, dengan patung Xuan Tian Shang Di (   ) juga diangkat sebagai Dewa Pelindung Negara. Tiap tahun tanggal 3 bulan 3 Imlek ditetapkan sebagai hari She-jietnya dan tanggal 9 bulan 9 Imlek adalah hari beliau mencapai kesempurnaan dan diadakan upacara sembahyangan besar-besaran pada hari itu.
 
Sejak itulah pemujaan Shang Di Gong meluas ke seluruh negeri, dan hampir setiap kota besar ada kelenteng yang memujanya.
 
Di Taiwan pada masa Zheng Cheng Gong berkuasa, banyak kelenteng Shang Di Gong didirikan. Tujuannya adalah untuk menambah wibawa pemerintah, dan menjadi pusat pemujaan bersama rakyat dan tentara. Oleh sebab itu, maka kelenteng Shang Di Miao tersebar diberbagai tempat. Diantaranya yang terbesar adalah di Taiwan yang dibangun pada waktu Belanda berkuasa di Taiwan.
 
Setelah jatuhnya Zheng Cheng Gong, Dinasti Qing yang berkuasa mendiskreditkan Shang Di Gong dengan mengatakan bahwa beliau sebetulnya adalah seorang jagal yang telah bertobat. Usaha ini mempunyai tujuan politik yaitu melenyapkan dan mengkikis habis sisa-sisa pengikut Dinasti Ming secara moral, dengan memanfaatkan dongeng aliran Buddha tentang seorang jagal yang telah bertobat lalu membelah perutnya sendiri, membuang seluruh isinya dan menjadi pengikut Buddha. Kura-kura dan ular yang diinjak itu dikatakan sebagai usus dan jeroan si jagal.
 
Pembangunan kelenteng-kelenteng Shang Di Miao sejak itu sangat berkurang. Pada masa Dinasti Wing ini pembangunan kelenteng Shang Di Miao hanya satu, yaitu Lao Gu She Miao di Tainan. Tetapi sebetulnya kaisar-kaisar Qing sangat menghormati Xuan Tian Shang Di (   ), ini terbukti dengan dibangunnya kelenteng pemujaan khusus untuk Shang Di Gong di komplek kota terlarang, yaitu Istana Kekaisaran di Beijing, yang dinamakan Qin An Tian dan satu lagi di Istana Persinggahan di Chengde.
 
Mengenai riwayat Xuan Tian Shang Di (   ) ini, seorang pengarang yang hidup pada akhir Dinasti Ming, Yu Xiang Tou telah menulis sebuah novel yang bersifat dongeng yang berjudul "Bei You Ji" atau "Catatan Perjalanan Ke Utara".
 
Adapun ringkasan riwayat Xuan Tian Shang Di (   ) seperti yang dikisahkan dalam novel tersebut adalah sebagai berikut:
 
Lahir pada keluarga Liu. Ayahnya Liu Tian Jun, kemudian memberi nama Zhang Sheng yang berarti "Tumbuh Subur". Liu Zhang Sheng tumbuh menjadi anak yang cerdas. Pada usia tiga tahun ia sudah dapat membawakan sajak dan membuat syair.
 
Kembali Liu Zhang Sheng menitis di dunia, kali ini menjadi seorang putra raja yang bernama Xuan Ming. Karena kegagahannya Xuan Ming akhirnya diangkat menggantikan ayahnya yang wafat dan menjadi raja di negeri itu. Pada suatu hari Miao Le Tian Zun [Biauw Lok Thian Cun - Hokkian] datang dan mendidiknya memahami masalah kedewaan.
 
Titisan berikutnya adalah sebagai seorang putera raja di negeri Jing Luo Guo [Ceng Lok Kok - Hokkian] yang bernama Xuan Yuan Tai Zi.
 
Setelah melewati beberapa ujian dalam hidupnya, Xuan Yuan berhasil mencapai kesempurnaan dan menjadi Dewa dengan gelar Xuan Tian Shang Di (   ).
 
Selanjutnya dikisahkan Xuan Tian Shang Di (   ) turun ke bumi menaklukkan berbagai siluman, antara lain siluman ular dan kura-kura, yang kemudian menjadi pengikutnya. Disamping itu seorang tokoh dunia gelap Zhao Gong Ming [Tio Kong Bing - Hokkian] juga ditaklukkan dan menjadi pengawalnya, sebagai pembawa bendera berwarna hitam.
 
Kelenteng Xuan Tian Shang Di (   ) yang pertama di Indonesia adalah Kelenteng Welahan, Jawa Tengah. Di Semarang sebagian besar kelenteng ada tempat pemujaan untuknya, sedangkan yang khusus memuja Xuan Tian Shang Di (   ) sebagai tuan rumah adalah Kelenteng Gerajen dan Bugangan.


www.siutao.com